Kamis, 28 Agustus 2008

APBN

Anggaran yang ideal untuk sektor perumahan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara minimal Rp 10 triliun per tahun.

Sementara pada APBN Perubahan 2008, anggaran untuk sektor perumahan hanya sebesar Rp 674,5 miliar. Kecilnya anggaran untuk sektor perumahan menunjukkan bahwa pemerintah belum menganggap sektor ini sebagai prioritas pembangunan nasional.

Demikian dikemukakan pengamat properti, Panangian Simanungkalit, setelah peluncuran bukunya, Rumah untuk Rakyat, di Gedung Perpustakaan Nasional Jakarta, Rabu (27/8).

Pada kesempatan itu hadir pengamat ekonomi, Hartojo Wignjowijoto; anggota DPR dari Partai Golkar, Enggartiasto Lukita, Maruarar Sirait (PDI-P), aktor Ray Sahetapi, Ketua Masyarakat Profesional Madani Ismed Hasan Putro, politisi dari Partai Golkar Indra J Piliang, dan aktivis rakyat miskin, Dita Indahsari.

Menurut Panangian, secara politik, pemerintah belum menganggap sektor perumahan sebagai sektor yang strategis. Pemerintahan mendatang sebaiknya bisa menjadikan perumahan sebagai salah satu instrumen untuk mengentaskan kemiskinan.

Berdasarkan catatan Pusat Studi Properti Indonesia yang juga dikelola Panangian, jumlah penduduk yang belum memiliki rumah sebanyak 27 juta orang.

”Mereka yang belum memiliki rumah adalah golongan penduduk miskin yang hingga kini masih tinggal di kolong jembatan, emperan toko-toko, bantaran sungai, dan pinggiran rel kereta api,” papar Panangian.

Dalam sepuluh tahun terakhir ini, lanjut dia, pemerintah baru mampu menyediakan sebanyak 200.000 rumah. Artinya, dalam satu dekade berjalan, pemerintah hanya mampu menyediakan rumah untuk rakyat sekitar 1 persen saja.

Pemerintah memang memfasilitasi kepemilikan rumah bagi masyarakat bawah, di antaranya melalui kredit pemilikan rumah bersubsidi. Hanya saja, ujar Panangian, dana yang dianggarkan pemerintah masih kecil.

Anggota Komisi V DPR, Enggartiasto Lukita, mengatakan, anggaran yang memadai untuk sektor perumahan antara Rp 5 triliun-Rp 6 triliun.

Saat ini, dana yang terkait dengan sektor perumahan tersebar di Kantor Menpera, Departemen Pekerjaan Umum (Cipta Karya), Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, PT Jamsostek, dan di Departemen Keuangan.

”Selain itu, juga ada sebagian dari APBD di beberapa pemerintah daerah. Sekarang bagaimana agar semua (dana) itu bisa diwujudkan melalui target-target tertentu,” kata Enggartiasto.

Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan, dengan adanya kenaikan harga bahan bangunan, percepatan pembangunan rumah sederhana sehat, dan pembangunan 1.000 rumah susun sederhana milik, seharusnya ada kenaikan subsidi satu setengah kali dari APBN sebelumnya

Tidak ada komentar: